Registrasi TCFT!
Hey,
Kalau kamu mau mendaftar The Cure For Tomorrow, silahkan download formulir pendaftaran. Setelah diisi, bisa kamu kirim ke thecurefortomorrow@yahoo.co.id. Terima kasih! :)
Download formulir pendaftaran di sini.
Alanda
Hey,
Kalau kamu mau mendaftar The Cure For Tomorrow, silahkan download formulir pendaftaran. Setelah diisi, bisa kamu kirim ke thecurefortomorrow@yahoo.co.id. Terima kasih! :)
Download formulir pendaftaran di sini.
Alanda
Posted by Alanda at 6:29 PM 0 comments
Teman-teman,
Rapat rutin The Cure For Tomorrow akan diselenggarakan pada hari Jumat, 14 Desember 2007 di Kafe Regal PIM 1 jam 4.00 WIB. Agendanya antara lain membahas charity gig dan merchandise berikutnya. Jangan lupa bawa uang kas ya... RSVP bisa contact Abazh di 08161636274. Terima kasih!
Posted by Alanda at 7:31 PM 0 comments
Posted by Alanda at 6:33 PM 1 comments
Posted by The Cure For Tomorrow at 7:37 PM 0 comments
Promote The Cure For Tomorrow! Please add this banner to your website. Just copy-paste the code beneath the banner. Thanks!
Posted by The Cure For Tomorrow at 5:26 PM 1 comments
Tempo hari, Fajar posted sesuatu mengenai tempat sampah ajaib bernama Takakura. Ini potongan artikelnya...
"Dewasa ini pengelolaan sampah mandiri di Surabaya banyak menggunakan keranjang “sakti” Takakura. Keranjang sakti Takakura adalah suatu alat pengomposan sampah organik untuk skala rumah tangga. Yang menarik dari keranjang Takakura adalah bentuknya yang praktis, bersih dan tidak berbau, sehingga sangat aman digunakan di rumah. Keranjang ini disebut masyarakat sebagai keranjang sakti karena kemampuannya mengolah sampah organik sangat baik.
Keranjang Takakura dirancang untuk mengolah sampah organik di rumah tangga. Sampah organik setelah dipisahkan dari sampah lainnya, diolah dengan memasukkan sampah organik tersebut ke dalam keranjang sakti Takakura. Bakteri yang terdapat dalam starter kit pada keranjang Takakura akan menguraikan sampah menjadi kompos, tanpa menimbulkan bau dan tidak mengeluarkan cairan. Inilah keunggulan pengomposan dengan keranjang Takakura. Karena itulah keranjang Takakura disukai oleh ibu-ibu rumah tangga.
Keranjang kompos Takakura adalah hasil penelitian dari seorang ahli Mr. Koji TAKAKURA dari Jepang. Mr. Takakura melakukan penelitian di Surabaya untuk mencari sistim pengolahan sampah organik. Selama kurang lebih setahun Mr. Takakura bekererja mengolah sampah dengan membiakkan bakteri tertentu yang “memakan” sampah organik tanpa menimbulkan bau dan tidak menimbulkan cairan. Dalam pelaksanaan penelitiannya, Mr. Takakura mengambil sampah rumah tangga, kemudian sampah dipilah dan dibuat beberapa percobaan untuk menemukan bakteri yang sesuai untuk pengomposan tak berbau dan kering. Jenis bakteri yang deikembang biakkan oleh Takakura inilah yang kemudian dijadikan starter kit bagi keranjang Takakura. Hasil percobaan itu, Mr. Takakura menemukan keranjang yang disebut “Takakura Home Method” yang dilingkungan masyarakat lebih dikenal dengan nama keranjang sakti Takakura..."
Posted by The Cure For Tomorrow at 5:13 PM 1 comments
Posted by The Cure For Tomorrow at 6:17 PM 0 comments
Posted by The Cure For Tomorrow at 6:09 PM 4 comments
Kertas daur ulang yang dibuat oleh Bu Agustin sendiri
Siang ini, TCFT (diwakili oleh Alanda, Netta, Adit, Anggie & Yura) mengunjungi Kampung Banjarsari, Cilandak Barat, yang beberapa bulan yang lalu mendapat predikat “Kampung Hijau” dari Gubernur DKI Jakarta. Turun dari Apotik Ratna, Cilandak, Anggie pun menjadi tour guide karena ia pernah tinggal di daerah tersebut.
Sightseeing… First impression? Satu kalimat: nggak kayak di Jakarta. Di setiap rumah yang kami lewati memiliki pot-pot besar berisi tumbuhan di depan rumah mereka masing-masing. Di depan rumah Ketua RW, kami bahkan menemukan tiga tabung horizontal dengan tiga warna yang berbeda, untuk membedakan di antara sampah basah, sampah organik dan anorganik. Suasananya berasa seperti di pedesaan, meskipun ada terik matahari, tetapi udaranya terasa sangat sejuk. Satu hal lagi yang membuat kami amazed adalah, tidak ada satupun sampah yang berada di jalanan.
Kami pun mampir ke “Warung Dua Satu”, sebuah rumah di hook, di seberang rumah Pak RW (yang pada saat itu sedang tidak ada di tempat). Kami berkenalan dengan Ibu Agustin Riyanto—sang pemilik rumah, yakni salah seorang warga yang aktif membenahi lingkungan di komplek tersebut. Beliau pun menceritakan asal muasal mengapa kompleks tersebut disebut “Kampung Hijau”.
Pada awalnya memang sudah ada kerjasama dengan Dinas Pertanian, dalam bentuk Kelompok Wanita Tani, di mana warganya diajarkan untuk menanam berbagai macam tumbuhan dan membasmi hama. Setelah itu, tepatnya pada tahun 1998, UNESCO menawarkan kerjasama dan memberikan penyuluhan mengenai penghijauan, pemilahan sampah, dan melatih masyarakat setempat untuk mendaur ulang kertas dan membuat pupuk kompos. Selain itu, Ibu Agustin juga dikursuskan oleh kelurahan tentang jenis-jenis tanaman obat dan cara pengolahannya di Bogor. Alhasil, beliau pun membuka toko tanaman obat di rumahnya. Selain menjual bibit tanaman obat dan pupuk kompos, beliau juga memberi pelatihan daur ulang bagi anak-anak maupun remaja yang berminat mempelajarinya. Seperti mendaur ulang kertas, membuat pupuk cair, dan lain-lain. Kami juga melihat kertas yang dihasilkan oleh beliau, benar-benar mirip seperti kertas HVS, hanya sedikit lebih tebal dan permukaannya agak kasar.
Banjarsari bisa menjadi “Kampung Hijau” karena kesadaran masyarakatnya yang tinggi. 60% penduduk setempat memilah sampah di rumah masing-masing, minimal menjadi dua kategori, yakni organik dan anorganik. Sebisa mungkin, sampah organik mereka jadikan pupuk kompos dengan cara menimbunnya di tanah yang diurug (teknik landfill) dan menyiramkan bahan kimia EM4 untuk menghilangkan baunya. Dalam tiga hari, sampah tersebut sudah bisa digunakan menjadi pupuk kompos. Ibu Agustin bahkan menggunakannya sebagai media tanam untuk menggantikan tanah.
Selain itu, Ibu Agustin juga memberi informasi bahwa di Bekasi ada seorang bapak yang berwirausaha di bidang pengolahan sampah, segala macam jenis sampah bisa ia olah menjadi suatu hal yang berguna untuk dijual, menggunakan alat-alat pencacah yang harganya memang relatif mahal. Ia memulai usahanya dari bawah, sampai sekarang sudah bisa membeli mobil hanya karena menjual hasil daur ulang. Anak-anak Universitas Indonesia (UI) saja membuat dekomposer dengan modal kurang dari Rp50.000,- untuk tugas OSPEK! Jadi sepertinya, penyediaan alat tidak menjadi kendala. Tinggal meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai hal ini.
Insya Allah di Bulan Juni mendatang, TCFT akan mengunjungi “Warung Dua Satu” untuk mempelajari teknik daur ulang kepada Ibu Agustin supaya bisa berbagi ilmu kepada sesama remaja dan bahkan menerapkannya di lingkungan sekitar. Supaya tidak hanya Banjarsari yang menjadi “Kampung Hijau”, jadikan Jakarta “Kota Hijau”!
Posted by The Cure For Tomorrow at 6:06 PM 1 comments
Beli Majalah Hai edisi “S.O.S LINGKUNGAN!” ya. Terbit hari ini (Senin, 16 April 2007). Ada profil TCFT (sejarah, tepatnya), dan ‘wawancara’ sama Aishanatasha dan Chandra.
Posted by The Cure For Tomorrow at 5:57 PM 3 comments
Ini dia yg nulis tentang The Cure For Tomorrow di internet, makasih banyak yaaaaah :)
http://www.sittakarina.com/coolscoop/tcft.htm
http://kutukutubuku.blogsome.com/2006/10/09/cerita-baksos-bintaro-bareng-tcft/
http://www.tabulas.com/~eelproject/2006/10/
http://www.tabulas.com/~salsabeela/1301798.html
Posted by The Cure For Tomorrow at 1:21 PM 0 comments
Ada yang tau Jalur Bebas zine buatannya Ringo ga?
Gue tau zine ini dari Bilal, setelah sedikit berbincang sama Ringo (editor & kreator zine ini) secara maya, dia cukup interested.
Terus, gue menerima Jalur Bebas edisi Maret. Di dalemnya ada profil TCFT (dia jg menyebut TCFT adalah salah satu kontributor krn profil tersebut), dan seluruh income yang dia terima dari pemasangan flyer bakal disumbangin lewat The Cure For Tomorrow.
Hooray! :) Thanks a loaaaadddd, Ringo!
Posted by The Cure For Tomorrow at 1:15 PM 0 comments
Posted by The Cure For Tomorrow at 1:04 PM 0 comments
Ada beberapa pilihan partisipasi, antara lain:
Pioneer: aktif semaksimal mungkin dalam kegiatan-kegiatan TCFT (terutama bantuan dalam bentuk tenaga), aktif berpendapat/brainstorming di dalam rapat bulanan TCFT, membayar donasi rutin perbulan.
Member: membayar donasi rutin perbulan (member juga boleh mengikuti kegiatan TCFT dan memberi bantuan dalam bentuk apapun, tetapi lebih fleksibel).
Cyber Volunteers: bergabung di dalam mailing-list TCFT.
Donator: memberi donasi untuk TCFT (tidak rutin), sponsor yang berpartisipasi di dalam acara-acara TCFT akan dikategorikan ke Donator.
Untuk berpartisipasi, calon anggota (Pioneer dan Member) mendaftarkan diri kepada Membership Manager TCFT dengan mengisi formulir atau memberikan data-data yang diperlukan, setelah membaca dan menyetujui Membership Terms & Agreement. Sementara untuk Cyber Volunteers, hanya perlu bergabung dengan mailing list TCFT (sebaiknya memperkenalkan diri kepada seluruh komunitas terlebih dahulu supaya terdata).
Cara yang lebih mudah…
Kirim data Anda (nama lengkap dan panggilan, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, alamat rumah, sekolah/kuliah, nomor telepon rumah dan ponsel, alamat e-mail, jenis keanggotaan, dari mana Anda mengetahui tentang The Cure For Tomorrow? dan alasan mengapa Anda ingin bergabung dengan The Cure For Tomorrow) ke alamat e-mail kami: thecurefortomorrow@yahoo.co.id dengan subyek “Registrasi Anggota”.
Untuk keterangan lebih lanjut, bisa contact Abazh (08161636274). Terima kasih :-)
Posted by The Cure For Tomorrow at 6:54 PM 0 comments
Posted by The Cure For Tomorrow at 6:51 PM 1 comments
The Body Shop® mengajak The Cure For Tomorrow berafiliasi, terutama di dalam menyampaikan kampanye-kampanyenya, antara lain: Stop Global Warming, Expect Respect, dan Stop Violence In The Home. First, I’ll write about global warming (data provided by The Body Shop®)
Apakah sebenarnya global warming?
Pemanasan bumi adalah hal yang biasa karena planet ini memang terus menghangat dan mendingin berkali-kali selama 4,65 milyar tahun sejarahnya. Bumi memiliki lapisan atmosfer yang melindunginya dari dampak radiasi sinar matahari. Setiap hari, panas matahari masuk ke bumi menembus lapisan atmosfir berupa radiasi gelombang pendek. Sebagian diserap bumi, sisanya dipantulkan lagi ke angkasa. Pada lapisan atmosfer Bumi tersebut, terdapat selimut gas yang biasa disebut Gas Rumah Kaca. Gas ini berfungsi menahan panas Matahari agar tidak dilepas kembali seluruhnya ke angkasa, sehingga matahari tetap hangat.
Selama bumi masih dalam temperatur 16 C, pemanasan bumi adalah hal yang baik. Tetapi ketika terjadi peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca yang melebihi batas normal, panas bumi akan terperangkap dan tidak bisa dipantulkan lagi ke angkasa. Bumi akan semakin panas.
Apa yang menjadi penyebab terjadinya global warming?
Peningkatan jumlah Gas Rumah Kaca yang banyak jenisnya: karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitro oksida (N20), hidrufluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC) dan sulfurheksafluorida (SF6). Ini diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi/batu bara), penggundulan & kebakaran hutan, pertanian (penggunaan pupuk kimia).
Apa bahaya global warming?
Air bersih semakin sulit didapat (hanya 20% penduduk dunia yang dapat memperolehnya).
Badai semakin sering terjadi, penyakit baru bermunculan, kita telah kehilangan lebih dari 1000 spesies dalam waktu singkat, es di kutub mencair dan permukaan air laut meningkat, dan masih banyak lagi.
Apa ancaman bagi Indonesia?
1. Tahun 2022 kemungkinan air laut akan naik sekitar 1 meter dan menenggelamkan 2000 pulau.
2. Terumbu karang mengalami pemutihan yang mengakibatkan berkurangnya jumlah ikan secara besar-besaran.
3. Pergeseran iklim.
4. Kenaikan suhu ekstrim di beberapa daerah belakangan ini.
‘Peranan’ Indonesia dalam global warming…
Kebakaran hutan menghilangkan fungsi “paru-paru” dunia, lebih dari itu, melepaskan CO2 ke atmosfir dalam jumlah yang membahayakan dan penebangan hutan (Indonesia adalah negara dengan laju deforestation tercepat di dunia).
Apa yang dapat kita lakukan?
Reduce Energy!
1. Pilih lampu dan alat elektronik hemat energi.
2. Buat jadwal/batas waktu penggunaan listrik.
3. Gunakan tangga ketimbang lift.
4. Gunakan sepeda untuk perjalanan jarak dekat.
Reduce Water!1. Tutup keran air dengan rapat. Saat cuci piring, buka tutup keran hanya saat membilas cucian (begitu juga saat sikat gigi)
.2. Hemat air untuk mandi (pilih shower daripada bathtub!)
3. Pilih satu gelas untuk tempat minum Anda setiap hari.
4. Cucilah barang di bak cuci piring/ember yang sudah terisi air daripada di keran yang mengalir.
5. Gunakan air hujan untuk menyirami kebun/taman.
Reduce Waste! (nah, ini dia nih, bagian TCFT! :])
1. Hemat kertas dengan menggunakan kedua sisinya.
2. Daur ulang sampah rumah tangga menjadi kompos.
3. Buatlah komunitas hijau untuk menciptakan karya dari produk daur ulang.
4. Setiap mengadakan sebuah kegiatan, selalu bentuk pasukan kebersihan untuk menjaga lingkungan.
5. Saat berbelanja, pilih produk dengan kemasan minimal untuk mengurangi sampah.
6. Bawalah tas belanja sendiri agar meminimalkan penggunaan kantong plastik.
Menurut data yang diberikan oleh Program Iklim dan Energi WWF-Indonesia:
1. Memilih teknologi terbaru yang membutuhkan energi sedikit namun tetap nyaman. Atau, ganti lampu hemat listrik. Menggunakan energi dengan bijaksana akan mengurangi kebocoran energi yang tidak perlu.
2. Lebih sedikit gunakan kendaraan dalam perjalanan singkat atau dekat. Jalan kaki, kayuh sepeda, naik mobil beramai-ramai, dan kendaraan umum, selain akan menghemat pengeluaran transport kamu, tentu saja mengurangi karbon dioksida.
3. Periksa kesehatan ban mobilmu. Menjaga “kesehatan” ban mobilmu secara teratur mengurangi 10 kg karbon dioksida di atmosfer.
4. Daur ulang seirng-sering. Anda bisa menghemat 1200 kg karbon dioksida per tahun HANYA dengan mendaur ulang setengah sampah kertas Anda sehari.
5. Butuh air hangat untuk mandi, air panas untuk minum kopi dan teh, atau mencuci pakaian? Gunakan secukupnya dan kamu mengurangi 420 kg karbon dioksida pertahun.
6. Hindari membeli produk dengan bungkus berlapis-lapis. Setiap kamu mengurangi 10% sampah saja, kamu sudah mengurangi 600 kg karbon dioksida.
7. Tanam pohon. Satu pohon bisa menghisap 1 ton karbon dioksida sepanjang hidupnya.
8. Matikan alat elektronik! TV, DVD, VCD, MP3, stereo, komputer, games, ketika kamu tidak sedang menggunakannya. Kamu menghemat ribuan kg karbon dioksida per tahun. Tidak perlu dipindah ke posisi stand-by atau memasang timer karena listrik tetap mengalir. Padamkan sama sekali.
Posted by The Cure For Tomorrow at 6:44 PM 3 comments
Buka puasa bersama dan mengajar melukis, Masjid Ibnu Ali - Bintaro
Yang telah kami lakukan:
Yang akan/sedang kami lakukan:
* * *
What we have done:
What we are doing (present & future):
Posted by The Cure For Tomorrow at 6:42 PM 0 comments
Komunitas Kepedulian Remaja Indonesia: The Cure For Tomorrow (untuk selanjutnya disingkat TCFT) berangkat dari setitik keputusasaan yang ditemukan oleh Alanda Kariza dan Aishanatasha, yang kerap berusaha melamar menjadi sukarelawan di berbagai tempat, namun selalu ditolak karena usia mereka yang masih di bawah 17 tahun. Keputusasaan itu bertransformasi menjadi harapan dan mimpi, yang pada akhirnya membuahkan suatu keinginan untuk membangun komunitas sosial sendiri, dan mencoba sebuah hal yang nyaris tidak mungkin: mengubah dunia menjadi tempat yang lebih baik untuk ditinggali. Alhasil, TCFT pun dibentuk secara konseptual pada akhir Juni 2006.
Sejak dibentuk, TCFT sudah memiliki banyak peminat, meskipun yang aktif sampai sekarang hanya sekian orang. Pada awalnya, TCFT berniat untuk ‘memperbaiki’ segala hal yang ‘belum baik’. Boleh dibilang semuanya, dari lingkungan, pendidikan, kemiskinan, penyalahgunaan narkoba, kecanduan terhadap minuman keras dan pencegahan HIV/AIDS pun inginnya dibenahi sendiri. Apalagi dengan adanya perbedaan sudut pandang antara ketua dan wakilnya akan yang mana yang harus didahulukan dalam mengembangkan TCFT. Apakah kampanye untuk memperbaiki moral diri (misalnya dengan membuang sampah pada tempatnya dan tidak merokok), atau bekerja keras melestarikan hutan, dan sebagainya.
Oleh karena itu, TCFT sudah melakukan berbagai macam hal (meskipun tidak banyak), terutama ketika Bulan Ramadhan tahun pertama berdiri, TCFT mengadakan roadshow amal dengan menyelenggarakan acara buka puasa bersama anak-anak yang kurang mampu, tanpa lupa menyelipkan unsur edukasi di dalamnya. Misalnya, mengamen bersama anak-anak jalanan, mengajarkan proses daur ulang, mengajar melukis, dan sebagainya. TCFT juga membantu mengumpulkan sumbangan berbentuk barang untuk disalurkan kepada korban gempa bumi di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Selain itu, seluruh anggota TCFT diwajibkan berkomitmen terhadap diri mereka sendiri untuk selalu berpikiran positif, membuang sampah pada tempatnya, menjauhi NAPZA (narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya; dalam konteks ini termasuk rokok), tidak kecanduan minuman beralkohol dan tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah, mengingat budaya Timur di Indonesia masih sangat kental dan TCFT berusaha mengajak masyarakat untuk melestarikannya.
Pada Bulan Desember 2006, TCFT mengalami pembaharuan, yakni perubahan sudut pandang dan konteks kerja. Tanpa mengurangi keprihatinan terhadap kondisi isu penting lainnya, seperti pendidikan dan kemiskinan, TCFT untuk sementara memilih memfokuskan diri terhadap masalah lingkungan, khususnya sampah, yang merajalela di Indonesia, terutama di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Oleh karena itu, TCFT bermaksud untuk lebih sering menyelenggarakan kerja bakti, mengkampanyekan gerakan membuang sampah pada tempatnya terhadap siswa-siswi SMP dan SMA, serta mengedukasikan hal tersebut kepada siswa-siswi TK dan SD, supaya ‘membuang sampah pada tempatnya’ menjadi budaya di Indonesia. TCFT juga akan mengedukasi sebagian lapisan masyarakat tentang bagaimana mendaur ulang sampah dan pemanfaatan sampah itu sendiri, disisipkan pula artikel-artikel mengenai pengolahan sampah di negara-negara maju, untuk ‘membuka mata’ masyarakat akan hal ini. Meskipun begitu, tidak menutup kemungkinan bahwa TCFT akan menyelenggarakan program-program yang berada di luar konteks tadi.
* * *
Komunitas Kepedulian Remaja Indonesia: The Cure For Tomorrow (TCFT) was born from a splotch of hopelessness which was felt by Alanda Kariza and Aishanatasha, who kept trying to apply as volunteers everywhere, but had always been rejected because of their age which was below 17 years old. The same hopelessness transformed and became hopefulness and dreams, which in the end, yielded a desire to build a social community by themselves, and to try something that was (and still is) nearly impossible: to change the world to be a better place worth the living. That was how TCFT was established conceptually at the end of June 2006.
The entire TCFT members have to commit to themselves to think positively, throw garbage properly, avoid drugs (narcotic, psychotropic, and other addictive essences) and alcoholic drinks, along with not to conduct any sexual intercourse before marriage, because East culture in Indonesia is very congealed and TCFT is trying to keep it remained. Every members of TCFT’s duty is to socialize this campaign and action to people around them, so this message is going to be delivered all around Indonesia, and then to The World.
On December 2006, TCFT got some renewal, which was a point-of-view and job context transition. Without decreasing our concernment towards other things’ conditions, such as education and poverty, TCFT had chosen to focus itself to manage environmental issues and problems – temporarily, especially about waste, which is a big problem in Jakarta without being concerned with its society. TCFT intends to organize “Clean Up The Hood” more frequently, to campaign “Do Not Litter” action towards high school students, and to educate the same thing to kindergarten and elementary school students, so that do-not-litter-thing can be a culture in Indonesia. TCFT also wants to educate some part of the society about how to recycle and take advantages from garbage and waste, with articles about waste incineration and management in other countries, to open their eyes about this issue. Nevertheless, it doesn’t cloak the chance for TCFT to organize other programs, which are out of the job context we explained before.
*Thanks to Matthew Satchwell (Perth) for the corrections.
Posted by The Cure For Tomorrow at 6:36 PM 18 comments